TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yakin pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hingga saat ini masih menggunakan skema kerja sama business to business atau B2B.
"Kita masih bikin kerja sama dengan Cina. Masih B2B," ujar Luhut saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022.
Meski begitu, ia mengatakan bukan tidak mungkin pemerintah mengalokasikan dana APBN untuk menyubsidi proyek kereta cepat itu. Apalagi saat ini penerimaan pajak mencapai lebih dari Rp 12 triliun. "Jadi kalaupun APBN mensubsidi ke KAI, saya kira itu masih masuk, lah," ucap Luhut.
Baca: Luhut Gunakan Istilah Perang Rakyat Semesta untuk Antisipasi Resesi, Apa Artinya?
Sebelumnya, Direktur PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI Didiek Hartantyo menyatakan Penyertaan Modal Negara atau PMN akan sangat membantu keberlangsungan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang ditargetkan beroperasi pada Juni 2023.
Jika PMN tidak cair pada tahun ini, kata Didiek, maka bisa berdampak pada keterlambatan penyelesaian proyek kereta cepat tersebut.
"Cashflow PT KCIC itu akan bertahan mungkin sampai dengan September. Sehingga kalau ini (PMN) belum turun, maka cost overrun yang penyelesaiannya diharapkan Juni 2023, ini akan terancam mundur," ujarnya pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu, 6 Juli 2022.
DPR sebelumnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp 4,1 triliun. PMN akan digunakan untuk mendanai cost overrun Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta–Bandung).
Pada tahun 2021, proyek patungan antara Indonesia dan Cina itu juga sudah pernah disetujui untuk mendapatkan PMN sebesar Rp 4,3 triliun sebagai setoran modal konsorsium BUMN Indonesia.
Didiek mengatakan bahwa saat ini cost overrun proyek KCJB diperkirakan mencapai US$ 1,17 miliar sampai dengan US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 17 triliun sampai dengan Rp 28 triliun). Pembengkakan biaya itu terdiri dari untuk keperluan pembebasan lahan, Engineering Procurement Construction (EPC), financing cost, praoperasi, dan lain-lain.
Nilai pembengkakan biaya proyek kereta cepat ini sudah ditemukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan nilainya mencapai US$1,176 miliar atau setara dengan Rp 16,8 triliun. Hasil temuan tersebut sudah diserahkan kepada Kementerian BUMN pada Maret 2022.
Selanjutnya: Dirut KCIC sebut ada potensi biaya baru muncul dalam proyek kereta cepat.